Diasuh Oleh: Ust M Shiddiq Al Jawi Tanya : Ustadz, bolehkah seorang muslim ikut merayakan tahun baru? Jawab : Perayaan tahun baru Masehi (new year’s day, al ihtifal bi ra`si as sanah) bukan hari raya umat Islam, melainkan hari raya kaum kafir, khususnya kaum Nashrani. Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM). Penetapan ini kemudian diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582. Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (www.en.wikipedia.org; www.history.com) Bentuk perayaan tahun baru Masehi di Barat bermacam-macam, baik berupa ibadah seperti layanan ibadah di gereja (church services), maupun aktivitas non-ibadah, seperti parade/karnaval, menikmati berbagai hiburan (entertaintment), berolahraga seperti hockey es dan American football (rugby), menikmati makanan tradisional, berkumpul dengan keluarga (family time), dan lain-lain. (www.en.wikipedia.org). Berdasarkan manath (fakta hukum) tersebut, haram hukumnya seorang muslim ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Dalil keharamannya ada 2 (dua); Pertama, dalil umum yang mengharamkan kaum muslimin menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar). Kedua, dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar fi a’yaadihim). Dalil umum yang mengharamkan menyerupai kaum kafir antara lain firman Allah SWT : وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنْ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنْ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنْ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS Al Baqarah [2] : 104). Ayat ini dengan jelas melarang kaum muslimin untuk mengikuti agama mereka (orang Yahudi dan Nasrani), atau dengan kata lain, melarang kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir. (tasyabbuh bi al kuffaar). Ayat-ayat yang semakna ini banyak, antara lain QS Al Baqarah : 104, QS Al Baqarah : 145; QS Ali ‘Imran : 156, QS Al Hasyr : 19; QS Al Jatsiyah : 18-19; dll (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/7; Wa`il Zhawahiri Salamah, At Tasyabbuh Qawa’iduhu wa Dhawabituhu, hlm. 4-7; Mazhahir At Tasyabbuh bil Kuffar fi Al ‘Ashr Al Hadits, hlm. 28-34). Dalil umum lainnya adalah sabda Rasulullah SAW : لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبر، وذراعا بذراع، حتى لو سلكوا جحر ضب لسلكتموه. قلنا: يا رسول الله، اليهود والنصارى؟ قال: فمن؟ “Sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka memasuki lubang biawak, niscaya kalian akan mengikutinya.’ Kami [para shahabat] bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah mereka itu orang Yahudi dan Nashara?’ Rasulullah SAW,”Lalu siapa lagi [kalau bukan mereka]?” (HR Bukhari no 3269). Juga sabda Rasulullah SAW : مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR Ahmad, 5/20; Abu Dawud no 403). Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271). Hadits-hadits tersebut telah mengharamkan umat Islam menyerupai kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas kekafiran mereka (fi khasha`ishihim), seperti aqidah dan ibadah mereka, hari raya mereka, pakaian khas mereka, cara hidup mereka, dll. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 12/7; Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As Sunnah An Nabawiyyah, hlm. 22-23). Selain dalil umum, terdapat dalil khusus yang mengharamkan kaum muslimin merayakan hari raya kaum kafir. Dari Anas RA, dia berkata : قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ ». قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ » ”Rasulullah SAW datang ke kota Madinah, sedang mereka (umat Islam) mempunyai dua hari yang mereka gunakan untuk bermain-main. Rasulullah SAW bertanya,’Apakah dua hari ini?’ Mereka menjawab,’Dahulu kami bermain-main pada dua hari itu pada masa Jahiliyyah.’ Rasulullah SAW bersabda,’Sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (HR Abu Dawud, no 1134). Hadits ini dengan jelas telah melarang kaum muslimin untuk merayakan hari raya kaum kafir. (Ali bin Ibrahim ‘Ajjin, Mukhalafatul Kuffar fi As Sunnah An Nabawiyyah, hlm. 173). Berdasarkan dalil-dalil di atas, haram hukumnya seorang muslim merayakan tahun baru Masehi, misalnya dengan meniup terompet, menyalakan kembang api, menyulut petasan (mercon), menunggu detik-detik pergantian tahun, memberi ucapan selamat tahun baru, makan-makan untuk merayakan tahun baru, menikmat hiburan musik dan lagu menjelang pergantian tahun, dan sebagainya. Semuanya haram karena termasuk perbuatan menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffaar) yang telah diharamkan Islam. Wallahu a’lam.
Bagi para pembaca yang ingin menanyakan masalah Agama kepada KH. M. Shiddiq Al Jawi, silakan isi form pertanyaan di bawah ini. KH. M. Shiddiq Al Jawi insya Allah akan berusaha menjawab pertanyaan dari para pembaca melalui email.